Psikologi Politik Perempuan
Abstract
Menjadi politisi bagi perempuan butuh keberanian tersendiri. Mengingat kultur.masyarakat yang patriarkhis memandang bahwa politik bukanlah tempat yang pantas bagi perempuan. Politik dicitrakan sebagai ranah publik yang penuh pertarungan, keras dan memiliki konotasi negative. Pendeknya politic is dirty karena faktor keras dan kotornya dunia politik ini, banyak orang beranggapan bahwa politik tidak cocok bagi perempuan. Pandangan ini diperparah oleh munculnya pandangan yang menstereotipkan (stereotyping) perempuan. Perempuan digambarkan sebagai tidak memiliki kemampuan dalam politik.Pandangan ini jelas sangat mendeskriminasikan perempuan. Akibatnya perempuan yang menjadi politisi kurang mendapatkan apresiasi yang baik dari para fungsionaris partai maupun sesama caleg separtai bahkan cenderung mendapatkan prasangka negatif.
Keywords
psikologi politik; perempuan
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)References
Anshor, Maria Ulfah,2006, Nalar Politik Perempuan Pesantren, Fahmina Institute, Cirebon.
Asfar, Muhammad, Wanita dan Politik, antara karier pribadi dan jabatan suami,
Prisma, No 5, Tahun XXV Mei 1996.
Angin, Ria, dan Haerah, Kahar, Komunikasi Marketing Politik Caleg Perempuan dalam pemilu, Laporan Penelitian, LPPM Universitas Muhammadiyah Jember.
GPP Jember, Korbanisasi perempuan dalam proses pemilu 2009 di Kabupaten Jember, Jurnal GPP, Edisi Perdana, Maret 2009.
Nurul Zuriah, Refleksi Hak-hak Politik Perempuan Peluang dan Prospeknya Menyongsong Pemilu 2004, Legality, Volume 12, Nomor 1, Maret – Agustus 2004.
DOI: https://doi.org/10.32528/ins.v5i1.1460
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2018 Insight : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
View My Stats